Sabtu, 31 Oktober 2015

CIRI KHAWARIJ DAN KESERUPAAN-NYA DENGAN PARA DA'I JAMAN INI (M.A.V-313)

Muh bin AbdudulWahhab mengatakan dalam bukunya kasyfu asy-syubuhat;

هؤلاء الآيات نزلت فيمن يعبد الأصنام ! كيف تجعلون الصالحين مثل الأصنام ، أم كيف تجعلون الأنبياء أصناما فجاوبه بما تقدم . فإنه إذا أقر أن الكفار يشهدون بالربوبية كلها لله ، وأنهم ما أرادوا ممن قصدوا إلا الشفاعة ، ولكن إذا أراد أن يفرق بين فعله وفعلهم بما ذكر فاذكر له أن الكفار منهم من يدعو الأصنام ، ومنهم من يدعو الأولياء

“Jika ia berkata, ‘Ayat ini turun berkenaan dengan orang yang menyembah berhala. Bagaimana kalian menyamakan orang-orang shalih seperti berhala, atau bagaimana kalian menjadikan para nabi sebagai patung?’

jawaban atas pernyataan ini sama seperti jawaban sebelumnya, yaitu jika ia mengakui bahwa orang-orang musyrik mengakui rububiyah semuanya milik Allah SWT., dan mereka hanya bermaksud memohon syafaat dari tuhan-tuhan yang mereka sembah, namun jika yang mau membedakan antara perbuatan mereka dengan perbuatan Allah SWT. seperti yang ia sebutkan, maka sampaikan padanya bahwa orang-orang kafir di antara mereka juga menyeru orang-orang shalih dan berhala, ada juga yang menyeru para wali’.”

Intinya adalah pendiri wahabi ini tetap menganggap ayat ini bisa diterapkan untuk kaum muslimin.

Jawaban;

Pertama; Muhammad bin Abdul Wahhab keliru terkait karena meyakini orang-orang kafir mengesakan perbuatan-perbuatan Allah SWT. Orang kafir bertauhid.

Kedua; orang-orang kafir tidak hanya sebatas meminta syafaat saja, tapi juga meyakini berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan dan sekutu-sekutu Allah SWT., karena itu mereka menyembahnya. Jika kita cermati ayat-ayat yang turun berkenaan dengan kaum musyrikin, seperti firman Allah SWT. yang menafikan syafaat tuhan-tuhan palsu mereka,

لَا يَمْلِكُونَ الشَّفَاعَةَ إِلَّا مَنِ اتَّخَذَ عِنْدَ الرَّحْمَنِ عَهْدًا

“Mereka tidak berhak mendapat syafa'at kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan yang Maha Pemurah.” (QS. Maryam [19]: 87)

Menyamakan keyakinan muslimin yang betawassul dgn keyakinan orang musyrik sangat lah rancu dan sangat memaksakan diri.
Mana ada muslim yang paling awam pun meyakini bahwa para wali yg bisa memberi syafaat adalah wali yang sudah memiliki perjanjian dengan Allah ???!!!

Stop merajut halusinasi yang batil seperti itu, toh berbaik sangka jauh lebih besar pahalanya daripada mengkhawatirkan iman kaum muslimin.

Tidak ada anjuran agar kita menjadi Khawarij yang selalu memakai ayat yang Allah terunkan untuk orang kafir dan musyrik lalu dipraktekkan pada kaum muslimin.
Silahkan baca hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari tentang khawarij, agar kalian tahu serupa dengan siapa sebenarnya kalian ini?

LARANGAN BAGI SALAFI WAHABI BERJAMA'AH DI BELAKANG AHLUSUNNAH ( M.A.V~313 )

Syaikh Shalih Fauzan menjelaskan, syarat imam adalah muslim, istiqamah dalam agama dan akhlak, harus menjadi teladan baik dalam berpegang teguh dengan sunnah, jauh dari bid’ah, meninggalkan kesyirikan dan semua media kesyirikan.

Orang yang menjadikan orang-orang shalih, para wali atau orang-orang yang sudah mati menjadi perantara seperti yang lazim dilakukan oleh para penyembah kuburan saat ini, mereka mengira hal itu boleh dilakukan, tidak boleh hukumnya shalat diimami orang seperti ini, karena akidahnya rusak. Jika yang bersangkutan bertawasul pada orang-orang shalih dengan arti memohon berbagai keperluan kepada mereka, berdoa agar semua musibah lenyap, menyerukan nama-nama mereka dan memohon pertolongan kepada mereka, berarti ia orang musyrik syirik akbar yang mengeluarkan dari agama, ia bukan muslim, terlebih untuk dijadikan imam di masjid. (Sumber; cuplikan dari fatwa-fatwa Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, I/90)

Dengan doktrin semacam ini, mereka sangat pe-de dan semangat untuk menjadi imam di masjid-masjid Aswaja, sekalipun dibelakang mereka banyak orang yang lebih alim.
Begitu indah tawadhu' gaya wahabi kan?

Perhatikan jika shalat di tempat umum begitu semangat para wahabi pemula untuk menjadi Imam.
Bagaimana pula dengan para masyaikh dan asatidz mereka??
Merekalah pemegang kunci neraka dan mereka lah yang mempunyai hak mutlak untuk memasukkan siapa pun dalam neraka mereka.

Rabu, 28 Oktober 2015

PERBEDAAN AKHLAK ALQURAN DAN ETIKA AWAM ( M.A.V~313 )

Bagaimana Rasulullah SAW tidak menjadi sosok yang memiliki akhlak yang luhur sementara pada diri beliau telah tertanam akhlak Al-Quran Al-Azhim! Sebagaimana yang diungkap dalam hadis yang diriwayatkan dari Aisyah RA bahwa ia ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW? Ia menjawab, "Akhlak beliau Al-Quran; beliau marah karena kemarahannya, dan beliau ridha karena keridhaannya."
 Diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Dawud.

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Aisyah RA bahwa ia ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW? Ia menjawab, "Sosok manusia yang paling baik akhlaknya. Akhlak beliau adalah Al-Quran; beliau ridha karena keridhaannya dan beliau marah karena kemarahannya. Beliau bukanlah orang yang keji bukan pula orang yang berlaku nista, beliau bukan orang yang suka berteriak-teriak di pasar, dan tidak membalas keburukan dengan keburukan, akan tetapi memaafkan dan memaklumi."

Kemudian Aisyah berkata; bacalah "Sungguh beruntung orang-orang yang beriman." (Al-Mu`minuun: 1) Sampai sepuluh ayat. Orang yang bertanya itu pun membacanya. Aisyah berkata, "Demikianlah akhlak beliau SAW."

Diriwayatkan dari Aisyah RA bahwa ia mengatakan; tidak ada seorang pun yang lebih baik akhlaknya dibanding Rasulullah SAW. Tidaklah seorang sahabatnya tidak pula keluarganya memanggil beliau melainkan beliau mengucapkan labbaik. Maka dari itu Allah SWT menurunkan ayat, "Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur." (Al-Qalam: 4)

Diriwayatkan dari Umar bin Al-Khaththab RA bahwa seseorang memanggil Nabi SAW tiga kali, setiap panggilannya beliau balas dengan ucapan labbaik labbaik.

الصلاة والسلام عليك يا سيدي يا رسول اللّٰه..

Kesalahan sebagian orang menganggap ketegasan hukum alquran sebagai sesuatu yang bertentangan dengan etika, keras,  kejam dan tidak relevant seperti yang sering kita dengar dari penulis Islam Liberal (LIAR TANPA ATURAN). sehingga mereka menafsirkan makna rahmatan lil alamin seenaknya, disesuaikan dengan kemauannya.

 Sejatinya akhlak yang terpuji itu adalah yang tidak melanggar norma alquran dan sunnah. Ketundukan pada ajaran ilahi itulah intisari akhkak, bukan menggurui Allah dan Rasulnya, kemudian mengambil pendapat pemikir barat yang sudah usang lalu mengklaim bahwa itu adalah hasil pemikirannya. 

Sehalus dan sesantun apapun bahasa seseorang, jika dia menolak hukum alquran dan sabda Nabi SAW artinya orang ini tidak berakhlak menurut kaca-mata Islam. Meskipun dianggap santun menurut orang awam.

KELEMBUTAN & KEMUDAHAN BAGIAN DARI SPIRIT ISLAM (M.A.V~313)

Disebutkan dalam hadits muttafaq 'alaih, dari Aisyah ra., dari Nabi saw, “Sesungguhnya Allah Maha Lembut, menyukai kelembutan dalam segala persoalan.”

Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahihnya dari Jabir bin Abdullah ra., ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Siapa terhalang dari kelembutan, ia terhalang dari (seluruh kebaikan)’.”

Kelembutan yang tertera dalam dua hadits ini bersifat umum dan menyeluruh, mencakup kelembutan dalam bertutur kata, bertindak, memahami sesuatu, memahamkan orang lain, dan lainnya. Inilah yang dimaksud sabda Nabi saw, “Aku diutus dengan (membawa) agama murah hati dan lurus,” atau seperti yang beliau sabdakan.

Seperti itu juga hadits Al-Bukhari dari Abu Hurairah ra., ia berkata, “Seorang badui kencing di masjid, lalu orang-orang menghampirinya untuk memukulnya. Nabi saw kemudian berkata, ‘Biarkan dia! Tuangkan satu ember atau satu gayung air di atas kencingnya, karena kalian diutus untuk mempermudah, dan kalian tidak diutus untuk mempersulit’.”

Karena itulah disebutkan dalam hadits muttafaq 'alaih, dari Aisyah ra., “Tidaklah Rasulullah saw diberi pilihan antara dua persoalan melainkan beliau memilih yang paling mudah di antara keduanya selama bukan dosa.” 

Berangkat dari hadits ini, rahasia anjuran yang tertera dalam riwayat At-Tirmidzi dan Ibnu Mas’ud dari Nabi saw berikut dapat dipahami; beliau bersabda, “Maukah aku beritahukan kepada kalian siapa yang neraka diharamkan baginya?! (Neraka) diharamkan bagi setiap orang yang dekat, lemah lembut, dan ramah’.”

MENGAPA SI ALIM DISESATKAN? ( M.A.V~313 )

Jika seorang tidak mengetahui arah jalan tujuan maka orang tsb tersesat, dan itu wajar karena memang dia tidak tahu arah yang benar. Namun jika seorang tersesat padahal dia mengerti arah tujuan dan bahkan sangat mengerti maka itu aneh. 

Seorang kyai terkenal yang berbicara sembarangan tentang sunnah Rasulullah SAW, melecehkan sunnah berjenggot, mengatakan merapikan shaf shalat itu adat arab dll. 

Sepertinya orang semacam ini mustahil tidak tahu ke-sunnahan merapikan shaf dalam shalat.
Jika dia seorang santri saja dia akan tahu dari kitab-kitab fiqih yang paling dasar. 
Jika ucapan ceroboh seperti ini keluar dari professor doktor kyai haji pasti ada sesuatu yang harus kita ambil pelajaran.

Allah SWT berfirman dalam alquran,"

(مَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ ۚ وَيَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ)

[Surat Al-Araf 186]

  Barangsiapa yang Allah sesatkan, maka baginya tak ada orang yang akan memberi petunjuk.
Dan Allah membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan.

Perhatikan ayat ini baik-baik jika Allah sesatkan, nah disini kita mengerti bahwa ilmu dan segala gelar tidak berfungsi lagi. 
Bagaimana seorang professor menjadi bodoh dan menghinakan dirinya dengan mulutnya sendiri. Bagaimana pula teman dan pengikutnya rela dan membiarkan kesalahan ini padahal mereka para ulama yang sangat mengerti tentang sunnah.

Demonstrasi kesesatan ini akan berlangsung selagi Allah tidak memberi hidayah, bahkan untuk berpikir normal saja dia tidak akan bisa karena kesombongan dan keangkuhan adalah halangan besar untuk menerima hidayah.

Ibnu al-Mubarak berkata," Barang siapa meremehkan adab maka Allah akan memberinya sanksi berupa ketidak mampuannya untuk melakukan sunnah.
Dan siapa yang meremehkan sunnah akan diberi sanksi untuk tidak diberi kemampuan melakukan yang wajib.
Dan yang meremehkan wajib diharamkan baginya ma'rifah Allah. 

Dulu menghina para ulama sufi demi gelar, dan mendukung sekte pembenci sahabat Nabi, karena adab tidak dipakai maka Allah beri sanksi orang ini,  bukan hanya tidak melakukan sunnah namun sekarang menjadi pelopor umat agar jauh dari sunnah Rasulullah SAW.
Allah hinakan dan cabut akal sehatnya hingga masalah sunnah yang jelas saja dia tidak tahu.

Semoga professor doktor Akil Siraj diberi hidayah dan cepat sadar bahwa anda bukan sesat tapi disesatkan oleh Allah sebagai sanksi dari su'uladab terhadap ulama salaf. 
Tidak ada cara lain kecuali anda bertobat dan mencabut pernyataan konyol seperti itu agar Allah memberi hidayah, petunjuk dan bimbingan, sehingga tidak menambah keresahan umat semakin parah. 

وما توفيقي الا بالله

Senin, 26 Oktober 2015

CINTA KELUARGA SUCI ( M.A.V~313 )

Kau terlahir dari manusia tersuci di jagad ini
Fathimah al-batul putri pemimpin para Nabi SAW.
Banyak ayat turun dirumah kalian wahai Ahlulbait nan suci
Anjuran untuk mencintaimu tertulis dalam Alquran dan sabda Nabi SAW.

Sekecil apapun iman seorang, secara naluri tak akan bisa membenci kalian.
Terlalu bengis dan celaka para pembantai Imam Husain
Aroma wangi keringat Rasulullah menempel pada badan cucunya yang sangat di cintai.

Bahkan tak jarang Nabi SAW mencium bibir cucunya tanda cinta kasih yang terbatas.
Allah mengajarkan pada Rasulullah agar umat ini selalu mencintai alqurba.
Mawaddah pada alqurba ciri keberuntungan, membenci mereka adalah kebinasaan.

Al-Hasan menemui syahadahnya dengan cara diracun, Al-Husain sang pemberani dibantai dengan cara yang sangat kejam.
Padahal pada tubuh mereka berdua mengalir darah suci baginda Nabi.

Namun kami percaya untuk membuktikan kecintaan kami pada Ahlulbait bukan dengan cara melukai diri dan mencaci.
Apalagi sampai menyeret orang yang tak bersalah hanya karena tidak bisa berfikir adil.

Para salaf kami mempunyai stock kecintaan pada Ahlulbait yang tak akan habis, karena cinta mereka adalah harga mati.
Jika cinta kalian Ahlulbait sirna dari hati itu pertanda bahwa agama dan segala ibadah kalian tidak berarti.
Ahlusunnah adalah para pencinta Rasulullah, Ahlulbait dan Sahabat serta para ulama pewaris Nabi.

Jika Rasulullah melarang kami untuk meratap, melukai badan, merintih, mengingat keburukan seorang agar timbul rasa dendam, maka kami tinggalkan semua itu demi cinta yang benar agar kami bisa dikumpulkan bersama Nabi dan Ahlul Kisa'.

Para syuhada mendapat kemuliaan dari Ar-Rahman Ar-Rahim, mereka hidup senang disisi-Nya SWT, diberi segala keinginan mereka.
Merintih menangis sambil memukul diri adalah perbuatan salah, yang dilarang oleh Imam Husain dalam wasiatnya!!

Memilih ritual aneh semacam itu bukan pilihan kami, panutan kami para Ahlulbait, dzurriyah, sahabat, tabi'in dan imam empat madzhab selalu menjauhkan diri dari pelanggaran wasiat agama.

Hanya Allah lah maha tahu bagaimana cinta kami pada Ahlulbait dan syuhada karbala.
Alhamdulillah Allah jauhkan kita dari perbuatan Rafidhi yang seumur hidupnya hanya untuk memupuk rasa benci merintih dan tidak percaya atas takdir ilahi.

Juga bukan Nashibi yang selalu tersakiti jika melihat kecintaan umat pada keluarga Nabi suci.
Bergaya bodoh jika membaca ayat dan hadits tentang keutamaan Ahlulbait, mereka terhalang keberkahan, bahkan mengharamkan diri mereka untuk mencintai dan dicintai oleh manusia-manusia mulia, dengan memilih pendapatnya dibanding pendapat Ahlulbait, tersiksa dalam suu'dhan, memvonis rafidhi pagi pencinta.

Ya Allah bimbing kami dalam cinta yang Kau ridhoi jauhkan kami dari benci yang menjadikan-Mu murka, tanamkan rasa cinta yang mendalam pada Sayyidina Muhammad, Ahlulbait dan para sahabat dihati kami dan keluarga kami..

اللهم انا نسألك بِجَاهِهِم لديْك اَنْ تَجْزِل لنا العَطَايا والمَواهِب و ان تَصرِف عنا جميعَ البلايا والمصائب وان تُلحِقنا بهم يا ربنا يا الله في اعْلَى المَراتِب




WASIAT IMAM HUSAIN RA (M.A.V~313)

Imam Husain RA berkata kepada saudarinya, Zainab di Karbala, seperti yang dinukil pemilik Muntaha Al-Âmâl dengan bahasa Persia kemudian diterjemahkan ke bahasa Arab,

“Saudariku, aku bersumpah atas nama Allah padamu, jagalah sumpahku ini; saat aku terbunuh nanti, jangan merobek kerah, jangan mencakar wajah dengan jari-jarimu, jangan menyebut-nyebut celaka dan binasa atas kematian syahidku.”

Abu Ja’far Al-Qumi meriwayatkan, Amirul Mukminin Ali ra. berkata seraya mengajarkan kepada pengikutnya,
“Jangan mengenakan pakaian hitam, karena itu adalah pakaian Fir’aun.”
(Padahal hitam pakaian kebanggaan syiah)

Disebutkan dalam Furû’ Al-Kâfi karya Al-Kulaini, Nabi SAW berwasiat kepada Fathimah ra., “Saat aku meninggal nanti, jangan mencakar wajah, jangan kau geraikan satu helai rambut pun padaku, jangan menyebut-nyebut celaka, dan jangan membiarkan satu wanita pun meratapiku’.”

Salah seorang tokoh Syi’ah, Muhammad bin Husain bin Babawaih Al-Qummi yang mereka juluki ash-Shaduq, berkata, “Di antara sabda Rasulullah SAW yang tiada terkira adalah, ‘Meratap adalah perbuatan jahiliyah.”
Seperti yang juga diriwayatkan oleh ulama Syi’ah; Al-Majlisi, An-Nuri dan Al-Barujardi dari SAW, beliau bersabda, “Dua suara yang dilaknat dan dibenci Allah; teriakan saat tertimpa musibah dan nyanyian saat mendapat nikmat.”

Pertanyaan yang perlu disampaikan setelah mengetahui semua riwayat di atas;
Kenapa Syi’ah menyalahi kebenaran yang di sebutkan di sana?

Siapa gerangan yang mereka percaya; Rasulullah dan ahlul bait,
ataukah para Mullah?!

Selasa, 20 Oktober 2015

HUKUM SHALAT DI MASJID YANG ADA KUBURAN, HARUSKAH MENGHANCURKAN KUBURAN? (M.A.V~313)



Kelompok garis tegang mengharamkan shalat di masjid yang ada kuburannya, dan secara tegas mereka mewajibkan untuk menghancurkan kuburan atau masjid tersebut. Dengan demikian, mereka melanggar ijma’ kaum muslimin dan mengusik perasaan mereka, karena shalat di masjid yang di dalamnya terdapat kuburan salah seorang nabi atau orang saleh hukumnya sah dan disyariatkan, bahkan sampai pada tingkatan dianjurkan. 

Hukum ini ditunjukkan oleh sejumlah dalil Al-Qur'an, sunnah, perbuatan sahabat, dan ijma’ praktis umat.

Dalil Al-Qur'an; firman Allah, “Maka mereka berkata, ‘Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka.’ Orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata, ‘Kami pasti akan mendirikan sebuah rumah ibadah di atasnya‘.” (QS. Al-Kahfi: 21)

Asy-Syaukani menuturkan, pembangunan masjid yang disebut dalam ayat ini mengesankan bahwa orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka ini adalah kaum muslimin. Dikatakan; mereka adalah para sultan dan raja kaum muslimin, karena mereka inilah yang menguasai urusan siapapun selain mereka. Pendapat pertama lebih utama.

Salafi wahabi mengharamkan hal ini dengan dalil hadits sebagai berikut ;

Pertama; hadits Muslim; “Ketahuilah! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan nabi-nabi mereka dan orang-orang saleh mereka sebagai masjid-masjid. Ketahuilah! Maka janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan sebagai masjid-masjid.”

Hadits Malik dalam Al-Muwaththa`; “Ya Allah! Janganlah Engkau menjadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah. Berat murka Allah kepada kaum yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid-masjid.”

Hadits diatas dipahami oleh para ulama dan pakar hadits sebagai berikut ;

Pertama; larangan (mendirikan masjid di atas kuburan) disebabkan karena tauhid pada saat itu belum tertanam kuat. Ini pendapat yang paling masyhur.

Kedua; atau mengartikannya sebagai penyembahan terhadap orang-orang saleh selain Allah, bersujud kepada kuburan-kuburan mereka, dan menjadikannya sebagai sembahan-sembahan baru yang mereka samakan dengan Allah. Inilah yang paling zhahir.

Ketiga; atau dengan menakwilkannya dengan penakwilan lain yang tidak berbenturan dengan asas-asas hukum. Inilah pendapat terbanyak.

Inilah yang dipahami imam Ali ra., sehingga ia berbantal kuburan dan tidur di atasnya. Imam Malik juga memahami seperti ini lalu ia shalat menghadap ke kuburan dan shalat di atasnya setelah meriwayatkan hadits-hadits seperti ini dengan sanad shahih.

Imam Baidhawi berkata –singkatnya demikian-; “Ketika mereka sujud kepada kuburan, menjadikannya kiblat, shalat mengarah ke kuburan, dan menjadikannya sebagai berhala-berhala yang disembah selain Allah, Allah melaknat mereka dan melarang kaum muslimin melakukan hal itu.” 

Setelah itu ia berkata, “Adapun orang-orang yang mendirikan masjid di samping makam orang saleh dengan maksud mencari berkah bukan untuk mengagungkan ataupun bersujud kepada si mayit, ataupun menghadap kepadanya selain kepada Allah, berarti tidak termasuk dalam ancaman tersebut.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar menukil nash ini dalam Fathul Bâry dan menjadikannya sebagai acuan. 

Kalau pun salafi tidak sependapat dengan ahli hadits, setidaknya mereka belajar sopan santun menghargai pendapat para ulama diluar golongannya, karena semua pendapat itu mungkin benar dan salah. Namun mengapa salafi selalu merasa benar dan yang lain salah ?!

Contoh lain adalah hadits berikut ini;
Setelah para sahabat memutuskan untuk memakamkan Nabi SAW di kamar Aisyah, ternyata kamar ini menempel dengan masjid tempat kaum muslimin shalat. Dengan demikian kaum muslimin shalat di masjid yang melekat dengan kamar yang di dalamnya ada makam Nabi SAW. 

Ketika Abu Bakar wafat, ia dimakamkan di samping Nabi SAW, sehingga masjid melekat dengan sebuah kamar yang di dalamnya ada dua makam. Lalu saat Umar bin Khaththab wafat, ia dimakamkan di samping keduanya, sehingga di dalam kamar yang menempel dengan masjid ini ada tiga makam.

Kaum muslimin tetap melaksanakan shalat di masjid yang kondisinya seperti ini dan tidak seorang pun mengingkari hal itu. Sehingga hal tersebut sudah menjadi ijma’ praktis bahwa shalat di masjid yang terhubung dengan sebuah kamar yang di dalamnya terdapat makam Nabi SAW dan kedua sahabatnya tidak haram.

Di masa kekuasaan Umar bin Abdul Aziz di Madinah, tiga kuburan ini dimasukkan ke area masjid, dan tujuh fuqaha Madinah menyetujui hal itu tanpa ada yang menentang hal itu selain Sa’id bin Musayyib. Sa’id menentang bukan karena shalat di masjid yang di dalamnya ada kuburan haram hukumnya, tapi semata karena ingin tetap mempertahankan kamar-kamar Nabi SAW tetap seperti sedia kala agar kaum muslimin bisa melihat kamar-kamar tersebut sehingga mereka bisa zuhud terhadap dunia dan tahu seperti apa kehidupan nabi mereka. 

Seperti itulah seharusnya hadits-hadits ditakwilkan dan diarahkan. Memahaminya dengan pemahaman Islami dalam lingkup iman hukumnya wajib dari segala sisi. Inilah jalan para ahlul ilmi yang diwarisi generasi khalaf dari salaf. Ini namanya keadilan dan agama. Bukan jalan menukil layaknya burung beo yang hanya bertumpu pada klaim, fitnah, lebay, dan suka menyalahkan. 

Ini lah pendapat para ulama Ahlusunnah pendapat yang sangat mengedepankan ilmu, bukan hanya memvonis kemudian baru dicarikan dalil dan disesuaikan dengan nafsunya.

Menerapkan dalil yang tidak tepat adalah ciri Khawarij, ayat yang diturunkan untuk orang kafir diterapkan untuk kaum muslimin.  Ibnu Umar berkata, “Mereka mencari ayat-ayat yang turun terkait kaum musyrikin lalu mereka terapkan kepada kaum muslimin.”

 Kenyataan yang tidak bisa dipungkiri adalah tidak ada gereja kaum Nasrani ataupun tempat ibadah kaum Yahudi seperti kondisi masjid-masjid kaum muslimin yang ada makamnya, yang sebagian di antara kalangan garis tegang tetap bersikeras menyatakan bahwa hadits ini disampaikan untuk larangan gambaran seperti yang telah disebutkan di atas. Padahal jelas sekali tidak ada kuburan di dalam gereja. 

والله اعلم بالصواب






KUPAS TUNTAS AGAR TIDAK TERTIPU OLEH FAHAMAN SESAT MENYEBUT ALLAH BERADA DI SUATU TEMPAT Bagian (1) (M.A.V~313)



Di antara permasalahan yang dipegangteguh kalangan garis keras salafi alias wahabi adalah menyebut Allah berada di suatu arah dan tempat. Mereka menyebut Allah berada di atas.
 Sikap keras kepala mereka ini berseberangan dengan memahasucikan Allah seperti yang seharusnya berdasarkan sejumlah dalil berikut;

Ali bin Abi Thalib berkata, “Allah sudah ada sejak dulu kala tanpa tempat, dan Ia berada dalam kondisi seperti dulu kala.”
Abu Hanifah berkata, “Aku berkata, ‘Katakan kepadaku jika ada yang bertanya, ‘Dimana Allah?’ Dijawab, ‘Allah sudah ada sejak dulu kala tanpa adanya tempat sebelum Dia menciptakan makhluk. Allah sudah ada sejak dulu kala tanpa adanya tempat, sebelum Dia menciptakan  ciptaan dan sebelum ada segala sesuatunya. Ia adalah Pencipta segala sesuatu’.” 

Imam Asy-Syafi'i berkata, “Allah Ta’ala sudah ada sejak dulu kala tanpa adanya tempat. Dia kemudian menciptakan tempat dan Dia tetap bersifat azali seperti sebelum menciptakan tempat. Zat-Nya tidak bisa berubah dan sifat-sifat-Nya tidak bisa berganti.”

Imam Ath-Thahawi juga menegaskan dalam Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah melalui pernyataannya, “Siapa tidak menghindari penafian ataupun penyerupaan Allah dengan makhluk, ia keliru dalam memahasucikan Allah, karena Rabb kita ‘Azza wa Jalla disifati dengan sifat-sifat keesaan dimana tidak satu makhluk pun yang memiliki makna keesaan tersebut. 
Allah Maha Suci dari batasan, tiang, anggota tubuh, peralatan, dan tidak tercakup oleh enam mata angin seperti anggapan-anggapan bid’ah lainnya.”

Mustahilnya Allah berada di suatu arah dan tempat dikarenakan para pengikut kebenaran di antara kaum muslimin beriman bahwa Allah sudah ada sejak dulu kala. Artinya, mereka menegaskan sifat sudah ada sejak dulu kala bagi Allah. Zat Allah sudah ada sejak dulu kala. Artinya, tidak ada keterbukaan ataupun prioritas wujud. 

Inilah yang disarikan dari firman Allah, “Dialah Yang Awal.” (QS. Al-Hadid: 3) Dan sabda Nabi Saw., “Engkau yang awal, tidak ada sesuatu pun sebelum-Mu.”
Dengan demikian, sifat sudah ada sejak dulu kala menafikan adanya sesuatu sebelum keberadaan Allah ataupun adanya sesuatu yang menyertai keberadaan Allah. Artinya, Allah sudah ada sebelum makhluk-Nya. Oleh karenanya, sifat-sifat Allah juga sudah ada sejak dulu kala dan tidak berubah seiring penciptaan makhluk.

Menyebut arah dan tempat artinya mengharuskan Allah tidak bersifat berada di atas dalam pengertian arah, kecuali setelah Allah menciptakan alam, karena sebelum menciptakan alam, Allah tidak berada di atas karena tidak adanya wujud yang berada di bawah. 

Dengan demikian, atas dalam pengertian arah atau ketinggian dalam pengertian tempat adalah sifat baru yang muncul dari makhluk, sehingga sifat ini tidak layak bagi Allah.

Mengklaim bahwa Allah di atas padahal kita berada bumi yang bulat, atas menurut orang Asia, tidak sama dengan yang disebut atas oleh Eropa dan begitu seterusnya. Untuk mempertahankan pemahaman yang rancu ini, sebagian syekh-syekh salafi mengkafirkan orang yang berkeyakinan bahwa bumi itu bulat.

Mereka mengklaim bahwa bumi ini datar seperti lapangan bola, artinya jika kita berjalan lurus ke satu arah maka kita bisa mentok ke akhirat atau ke mana?

Dinukil dari beberapa sumber.



KUPAS TUNTAS AGAR TIDAK TERTIPU OLEH FAHAMAN SESAT (M.A.V~313)



Kami akan memilih 17 permasalahan saja di antara permasalahan-permasalahan kelompok garis keras salafi gadungan dan berikut jawaban Ahlusunnah;


1. Menyebut Allah berada di suatu tempat.

2. Merendahkan kaum Asya’irah.

3. Mengingkari mengikuti ataupun taqlid kepada madzhab-madzhab fiqh.

4. Gegabah mengeluarkan fatwa tanpa adanya kelayakan dan tanpa aturan.

5. Meluasnya pengertian bid’ah sehingga berimbas membid’ahkan mayoritas kaum muslimin.

6. Mengharamkan bertawasul kepada Nabi Saw. dan menganggapnya sebagai kesyirikan.

7. Mengharamkan shalat di masjid-masjid yang ada kuburannya dan secara tegas mewajibkan untuk menghancurkan masjid-masjid seperti ini.

8. Menganggap mencari berkah dari jejak-jejak peninggalan Nabi Saw. dan orang-orang saleh sebagai kesyirikan.

9. Mengharamkan perayaan maulid Nabi Saw. dan menganggapnya sebagai bid’ah sesat.

10. Mengharamkan bepergian untuk berziarah ke makam Nabi Saw., makam para nabi, dan orang-orang saleh.

11. Menuding orang yang meneguhkan perkataan dengan menyebut nama Nabi Saw. sebagai syirik kecil.

12. Memvonis neraka kepada kedua orang tua Nabi Saw. pada hari kiamat.

13. Menganggap mayit sama sekali tidak mengetahui dan tidak merasakan keberadaan orang yang datang berziarah.

14. Mengingkari banyaknya zikir dan wirid.

15. Berzikir dengan tasbih menurut mayoritas kalangan garis keras sebagai bid’ah.

16. Berpegangan pada nash zhahir dan menganggap model pakaian tertentu sebagai ibadah.

17. Berbuat sebelum mengerti dan mencampur aduk antara nasehat dan ilmu.

Berikut penjelasan rinci tentang tujuhbelas permasalahan di atas;