Al-Hafizh Ibnu Hibban Al-Basti (meninggal tahun 354 H.), pemilik kitab Ash-Shahih, Ats-Tsiqat, dan lainnya. Ia adalah seorang imam yang kuat, teladan, imam di masanya, dan terdepan di zamannya.
• Al-Imam Al-Hafizh Abu Hasan Ad-Daruquthni (meninggal tahun 385 H.), pemilik kitab As-Sunan, imam di masanya, ia tidak melihat seorang pun sepertinya, kisahnya bersama imam Al-Baqilani sudah cukup menegaskan bahwa ia mengikuti madzhab Asy’ari. (Baca; Tabyin Kadzibil Muftari, hal: 255, As-Siyar, XVII/558 di dalam biografi Al-Hafizh Abu Dzar Al-Harawi, Tadzkiratul Huffazh, III/1104).
• Al-Hafizh Hakim An-Naisaburi (meninggal tahun 405 H.), pemilik kitab Al-Mustadrak ‘alash Shahihain, imam ahli hadits di masanya, ia terlalu terkenal untuk diperkenalkan, ulama menyepakati bahwa ia termasuk salah satu imam paling berilmu yang dengan mereka Allah menjaga agama, Al-Hafizh Ibnu Asakir menyebutnya dalam tingkatan kedua, artinya ia termasuk pengikut dari murid-murid Imam Al-Asy’ari (Tabyin Kadzibil Muftari, hal: 227).
• Al-Hafizh Abu Nu’aim Al-Ashbahani (meninggal tahun 430 H.), pemilik kitab Hulyatul Awliya`, termasuk tingkatan kedua di antara para pengikut Asy’ari, dengan kata lain ia termasuk dalam tingkatan imam Al-Baqilani, Abu Ishaq Al-Isfirayini, Hakim, dan Ibnu Faurak. Semoga Allah merahmati mereka semua.( Tabyin Kadzibil Muftari, hal: 246, Ath-Thabaqat Al-Kubra, Tajuddin As-Subki, III/370).
• Al-Imam Al-Hafizh Abu Bakar Al-Baihaqi (meninggal tahun 458 H.), memiliki sejumlah karya tulis yang reputasinya menyebar ke berbagai penjuru dunia, ia juga memiliki buku-buku yang diterima kalangan pendukung maupun penentang.
• Al-Imam Al-Hafizh Khatib Al-Baghdadi (meninggal tahun 463 H.), disebut Al-Hafizh Ibnu Asakir di urutan pertama tingkatan keempat (Tabyin Kadzibil Muftari, hal: 268).
• Imam Haramain Al-Juwaini (meninggal tahun 478 H.), pemilik Nihayatul Mathlab fil Fiqh Asy-Syafi'i dan Al-Waraqat wal Burhan fi Ushulil Fiqh.
• Hujjatul Islam Al-Ghazali (meninggal tahun 505 H.), pemilik Al-Ihya` wal Wasith fil Fiqh.
• Al-Imam Al-Mufassir, Al-Hafizh Abu Muhammad Al-Baghawi (meninggal tahun 516 H.), sosok yang menghidupkan sunnah, pemilik kitab Syarhus Sunnah, dan kitab tafsirnya penuh dengan penjelasan yang menunjukkan akidah ahlussunnah, juga penuh dengan penakwilan sunni untuk nash-nash mutasyabih.
• Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Asakir (meninggal tahun 571 H.), pemilik kitab Tarikh Dimasyq yang menyebutkan peristiwa apa saja.
• Syaikhul Islam Al-Imam Al-Hafizh Abu Amr bin Shalah (meninggal tahun 643 H.), orang pertama yang memimpin para syaikh Darul Hadits Al-Asyrafiyyah yang sebelumnya hanya dipimpin Asy’ari.
• Al-Imam Izzuddin bin Abdussalam (meninggal tahun 660 H.), sultan ulama, penjual para amir, pemilik Al-Qawa’id Ash-Shughra dan Al-Qawa’id Al-Kubra.
• Al-Imam Al-Mufassir Al-Muhaddits Al-Allamah Al-Qurthubi (meninggal tahun 671 H.), pemilik Tafsirul Jami’ li Ahkamil Qur`an, tafsirnya menyebar kemana-mana, dalam tafsirnya ia menyebutkan seluruh madzhab salaf, Ad-Dawudi berkata tentang Al-Qurthubi dalam Ath-Thabaqat, “Tafsir Al-Qurthubi termasuk tafsir paling agung dan paling besar manfaatnya.”
• Al-Imam Al-Hafizh Muhyiddin Yahya bin Syaraf An-Nawawi Muhyiddin (meninggal tahun 676 H.), pemilik karya-karya bermanfaat yang ditakdirkan diterima di bumi, seperti Riyadhush Shalihin, Al-Adzkar, Syarh Shahih Muslim, dan lainnya.
• Al-Imam Al-Hafizh Al-Mufassir Abu Fida` Ismail bin Katsir (meninggal tahun 774 H.), pemilik At-Tafsir Al-Azhim, Al-Bidayah wan Nihayah, dan lainnya, dinukil darinya bahwa ia secara tegas menyatakan dirinya orang Asy’ari, seperti disebutkan dalam Ad-Durar Al-Kaminah (I/58) dan Ad-Daris fi Tarikhil Madaris, An-Nu’aimi (II/89), ditambah lagi ia memimpin para syaikh Darul Hadits Al-Asyrafiyyah yang sebelumnya hanya dipimpin Asy’ari, selain itu di dalam tafsirnya terdapat tanzih, taqdis (Me maha sucikan Allah dari persamaan dengan makhluk), dan bantahan keras terhadap siapa yang menyatakan zhahir ayat-ayat mutasyabih, seperti tertera dalam penafsiran firman Allah, “Lalu ia bersemayam di atas Arsy.” (Tafsir Ibnu Katsir, II/220), dan masih banyak lagi contoh-contoh nyata dan jelas yang menunjukkan bahwa ia termasuk ahlussunnah Asya’irah.
• Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (meninggal tahun 852 H.), Amirul Mukminin di bidang hadits, pemilik Fathul Bary, syarah kitab Shahih Muslim terbesar, pemilik Tahdzibut Tahdzib, Nukhbatul Fikr dan syarahnya, Nuzhatun Nazhar.
• Al-Imam Al-Hafizh Syamsuddin As-Sakhawi (meninggal tahun 902 H.).
• Al-Imam Al-Hafizh Al-Mufassir Jalaluddin As-Suyuthi (meninggal tahun 911 H.), pemilik Ad-Durr Al-Mantsur fit Tafsir bil Ma`tsur dan Al-Itqan fi ‘Ulumil Qur`an.
• Al-Imam Al-Mufassir Abu Tsana` Syihabuddin Al-Alusi Al-Husaini Al-Hasani (meninggal tahun 1270 H.), penutup para ahli tafsir dan ahli hadits terbaik seperti yang dikatakan syaikh Bahjatul Baithar. Ia juga berkata tentang Al-Alusi (Hulyatul Basyar, III/1450), “Ia salah satu yang terbaik di antara segelintir orang di dunia, menuturkan kebenaran, tidak pernah menyimpang dari kejujuran, berpegang teguh pada sunnah, dan menjauhi fitnah.”
Lalu apa jasa salafi wahabi pada umat ini selain mengkafirkan umat Islam, pengeboman orang yang tak berdosa, membongkar kubur pala Wali, dan mengklaim pemegang otoritas tunggal untuk memasukkan orang kedalam neraka.
Minggu, 29 November 2015
Rabu, 25 November 2015
BAGAIMANA NABI SAW BERJABAT TANGAN ( M.A.V~313 )
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, "Bahwa tidak pernah tangan Rasulullah
SAW dipegang oleh seseorang lantas beliau melepaskan tangan beliau
sampai orang itu sendiri yang melepaskannya. Kedua lutut beliau – atau
lutut beliau – pun tidak pernah terlihat lebih menonjol dari lutut orang
yang duduk dengan beliau. Dan tidaklah seseorang berjabat tangan dengan
beliau melainkan beliau menghadapkan wajah beliau kepada orang itu
dengan sepenuhnya, kemudian beliau tidak akan memalingkan wajah beliau
darinya sampai orang itu selesai berbicara."
H.R ath-Thabari dan al-Bazzar.
Sering terjadi dimasyarakat kita, jika mereka berjabat tangan mereka tidak saling menghadap, terkadang pelakunya adalah para agamawan. Seperti guru terhadap santri, mursyid terhadap jama'ahnya, bos terhadap pegawainya dll.
Kalau mereka merasa bahwa dirinya lebih mulia dari orang yang ingin berjabat tangan dengannya hendaknya ia mengingat bahwa kemulian Rasulullah SAW tidak bisa dibandingkan dgn kemuliaan manusia manapun.
Namun Nabi tetap menjaga akhlaq yang baik tidak pernah menyinggung perasaan siapa pun.
Tataplah wajah orang yang berjabat tangan pada kita, belajarlah tersenyum untuk menyenangkan hati Rasulullah karena kita menghargai umat-nya.
صلوا على رسول الله
H.R ath-Thabari dan al-Bazzar.
Sering terjadi dimasyarakat kita, jika mereka berjabat tangan mereka tidak saling menghadap, terkadang pelakunya adalah para agamawan. Seperti guru terhadap santri, mursyid terhadap jama'ahnya, bos terhadap pegawainya dll.
Kalau mereka merasa bahwa dirinya lebih mulia dari orang yang ingin berjabat tangan dengannya hendaknya ia mengingat bahwa kemulian Rasulullah SAW tidak bisa dibandingkan dgn kemuliaan manusia manapun.
Namun Nabi tetap menjaga akhlaq yang baik tidak pernah menyinggung perasaan siapa pun.
Tataplah wajah orang yang berjabat tangan pada kita, belajarlah tersenyum untuk menyenangkan hati Rasulullah karena kita menghargai umat-nya.
صلوا على رسول الله
Kamis, 12 November 2015
MENGKAFIRKAN MUSLIM DIPICU OLEH SIFAT SOMBONG, KAGUM PADA DIRI SENDIRI & MEREMEHKAN ORANG LAIN (M.A.V~313)
Dinukil dari Kitab at-Tahdzir karya Al-Muhaddits al-'Allamah as-Sayyid Muhammad Alwi al-Maliki R.A.
Di antara fenomena mencolok yang menjadi ciri khas kalangan yang suka mengkafirkan kaum muslimin, atau dengan istilah lain; mereka yang terburu-buru mengkafirkan siapapun yang tidak sependapat atau menentang pandangan dan keyakinan mereka adalah sifat kagum pada diri dan amalan sendiri.
Sifat ini merupakan sifat awal makhluk paling keji yang dilarang dan diingatkan oleh Islam. Itulah sifat sombong yang menjadi ciri khas makhluk kafir pertama (Iblis), karena menganggap diri lebih baik dari Adam dan kagum dengan amalan sendiri. Iblis memiliki andil besar dan usaha keras tiada henti dalam sifat ini.
Imam Qurthubi menjelaskan, pada mulanya Iblis berada di surga. Ia adalah pemimpin malaikat-malaikat di langit paling bawah. Iblis berkuasa di langit ini, dan juga di bumi. Iblis sangat rajin dan banyak ilmu. Ia memimpin semua yang ada di antara langit dan bumi. Inilah yang pada akhirnya membuat Iblis menganggap dirinya mulia dan terhormat, hingga pada akhirnya menyeret dalam kekafiran. Iblis akhirnya durhaka kepada Allah Swt., hingga Allah Swt. merubahnya menjadi setan yang terkutuk.
Dosa yang disebabkan sifat sombong sulit diharapkan bisa bertaubat, sementara dosa yang disebabkan kemaksiatan bisa diharapkan bertaubat. Dosa Adam adalah kemaksiatan, sementara dosa Iblis adalah kesombongan.
Sifat kagum pada diri sendiri inilah yang menyeret Iblis beranggapan lalu mengucapkan, “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api.” (QS. Al-A’râf [7]: 12) Menyeret Iblis menghina dan merendahkan Adam, Iblis berkata, “Sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. Al-A’râf [7]: 12)
Iblis pun bersikap tinggi hati dan termasuk golongan kafir, seperti yang Allah Swt. sampaikan, “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam.’ Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah [2]: 34)
Di antara fenomena mencolok yang menjadi ciri khas kalangan yang suka mengkafirkan kaum muslimin, atau dengan istilah lain; mereka yang terburu-buru mengkafirkan siapapun yang tidak sependapat atau menentang pandangan dan keyakinan mereka adalah sifat kagum pada diri dan amalan sendiri.
Sifat ini merupakan sifat awal makhluk paling keji yang dilarang dan diingatkan oleh Islam. Itulah sifat sombong yang menjadi ciri khas makhluk kafir pertama (Iblis), karena menganggap diri lebih baik dari Adam dan kagum dengan amalan sendiri. Iblis memiliki andil besar dan usaha keras tiada henti dalam sifat ini.
Imam Qurthubi menjelaskan, pada mulanya Iblis berada di surga. Ia adalah pemimpin malaikat-malaikat di langit paling bawah. Iblis berkuasa di langit ini, dan juga di bumi. Iblis sangat rajin dan banyak ilmu. Ia memimpin semua yang ada di antara langit dan bumi. Inilah yang pada akhirnya membuat Iblis menganggap dirinya mulia dan terhormat, hingga pada akhirnya menyeret dalam kekafiran. Iblis akhirnya durhaka kepada Allah Swt., hingga Allah Swt. merubahnya menjadi setan yang terkutuk.
Dosa yang disebabkan sifat sombong sulit diharapkan bisa bertaubat, sementara dosa yang disebabkan kemaksiatan bisa diharapkan bertaubat. Dosa Adam adalah kemaksiatan, sementara dosa Iblis adalah kesombongan.
Sifat kagum pada diri sendiri inilah yang menyeret Iblis beranggapan lalu mengucapkan, “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api.” (QS. Al-A’râf [7]: 12) Menyeret Iblis menghina dan merendahkan Adam, Iblis berkata, “Sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. Al-A’râf [7]: 12)
Iblis pun bersikap tinggi hati dan termasuk golongan kafir, seperti yang Allah Swt. sampaikan, “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam.’ Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah [2]: 34)
BERSATU DENGAN WAHABI APA YANG AKAN TERJADI ?!!! ( M.A.V 313 )
Bersatu Dengan Wahabi Apa Yang Akan Terjadi ?!!!
Mari
Kita Coba Rerungkan Bersama..
Ajakan
Bersatu Oleh Wahabi Melawan Syi'ah Itu Apakah Menyelamatkan Islam Dan Itu
Artinya Menguntungkan Aswaja !!
Wahabi
Salafi Ekstrim Ini Menilai Asy'ari Shufi
Adalah
Adalah Kafir Seperti Syi'ah.
Oleh
Karenanya Mereka Menuduh Siapapun
Yg
Melawan Salafi Wahabi Adalah Syi'ah.
ASAWAJA
Adalah Musuh Yg Tertunda Bagi Salafi Wahabi.
Para
Habaib Dan Kyai Yg Getol Melawan Syi'ah Tidak Akan Di-Anggap Benar Jika Tidak
Menjadi Salafi Wahabi..
Bukti
Kitab Karya Wahabi, Betapa Mereka Memvonis Asy'ari (Aswaja ) Sama Dengan Syi'ah.
Semoga
Kita Bisa Lebih Berhati - Hati Jangan Sampai Kita Dimanfaatkan Sekarang Dan
Ditikam Dikemudian Hari.
Berkorbanlah Untuk Ahlussunnah Wal Jamaa’ah
Sebelum Kalian Menjadi Korban
Musuh – Musuh Ahlussunnah Wal Jamaa’ah…!!!
Rabu, 11 November 2015
BENARKAH MENJADI AHLUSUNNAH HARUS BERFAHAM EKSTREM WAHABI ??? !!!! (Abu Hasan~313)
Abdul Wahhab Bin AbdurRahman Bin Rustum tahun 211.H dialah pemimpin
wahabi menurut salafi wahabi, jadi menuduh pengikut Muh bin Abdul Wahhab
orang Najd itu sebagai wahabi adalah salah sasaran.
Penamaan
wahabi saja tidak benar karena yang benar seharusnya Muhammadi bukan
wahabi, karena menisbahkan pada ayah-nya AbdulWahhab. Begitu kurang
lebih argument wahabi untuk melepas diri dari label wahabi, mereka punya
banyak nama lain yaitu salafi, ahlul hadits, anshor tauhid dan
Ahlusunnah itu nama yang mereka inginkan agar faham ini terlihat
menarik.
Dalam bahasa Arab penamaan wahabi utk
pengikut Muh bin AbdulWahhab itu sah dan benar, menisbahkan seorang pada
ayah dan kakek itu dibenarkan dlm bahasa arab, sebagai contoh pengikut
Muhammad bin Idris as-Syafi'i adalah Syafi'i. Pengikut Imam Ahmad Bin
Hanbal adalah Hanbali dst.
Jadi jangan sewot dong kalau pengikut Muh bin AbdulWahhab disebut wahabi?
Benarkah ulama Ahlusunnah tidak menamakan mereka sebagai wahabi ? Dan Syi'ah lah yang memberi nama itu?
Jawab
: Para ulama Aswaja seperti Imam Ahmad Zaini Dahlan yang tinggal di
Makkah, Imam Shawi, Imam Ibnu Abidin, Imam al-Kautsari, Imam Muhammad
Zaki Ibrahim dll mereka 100% Ahlusunnah wal Jama'ah Asya'ri mereka bukan
syi'ah bahkan mereka juga melawan syi'ah dalam banyak karya tulisnya.
Nah mereka pula yang menyebut istilah wahabi terhadap pengikut Muh bin AbdulWahhab an-Najdi.
Menuduh
yg me-labelkan wahabi adalah syi'ah itu cara wahabi agar dapat menuduh
semua yang menentang wahabi adalah syi'ah. Maka mereka membentuk opini
di masyarakat bahwa para habaib dan kyai yang menentang wahabi adalah
syi'ah, agar mereka leluasa menyerang dan mendapat dukungan.
Bohong
besar jika wahabi menganggap kita aswaja adalah Ahlusunnah! Jangankan
para habaib dan kyai, sekelas Iman al-muhaddits al-hafidz Nawawi dan
Ibnu Hajar pun mereka ragukan bahwa mereka Ahlusunnah.
Silahkan baca karya Pak Ustaimin yang berjudul (لقاء الباب المفتوح)
Liqo'
al-bab al-maftuh hal 42/43," bahwa Nawawi dan Ibnu Hajar Ahlusunnah
dalam masalah fiqih saja, adapun dari sisi bid'ah (terkait asma wa
shifat) maka mereka berdua bukan Ahlusunnah secara mutlak.
Dan masih banyak lagi pernyataan semacam ini dari para syekh wahabi salafi.
Lantas siapa Ahlusunnah, kalau bukan para Imam aswaja?
Setelah
nama salaf mereka rampas dari aswaja, sekarang mereka ambil paksa nama
Ahlusunnah, ingat Ahlusunnah yang wahabi salafi maksud bukan Ahlusunnah
yang diikuti oleh para Imam Aswaja seperti Imam Nawawi dan Ibnu Hajar
as-Shuyuthi,
Imam Baihaqi dan Imam Subki. Namun Ahlusunnah yang sesuai selera wahabi salafi.
Dan
akhirnya untuk mengaku Islam pun kita harus lapor pada wahabi salafi,
karena mereka lah yang memiliki legalisir pengesahan Islam dan Iman
seseorang.
Coba baca kitab (نواقض الاسلام )nawaqidh al-islam,
hal2 yang membatalkan Islam seseorang. Serta Kasyfu asy-Syubuhat karya
Muh bin AbdulWahhab, dengan buku panduan ini disimpulkan, tidak ada
seoarang muslim di muka bumi ini kecuali wahabi salafi. Tak ada yang
berhak masuk surga kecuali wahabi salafi.
BERNILAI 300,000 SHOLAWAT HANYA DENGAN 3 KALI MEMBACA NYA
Diriwayatkan bahwa Sulthon Mahmud Al
Ghornawiy, Beliau di awal pemerintahannya duduk setelah sholat shubuh sibuk
membaca sholawat kepada Nabi Muhammad saw sebanyak 300.000 kali sampai siang
hari sampai orang-orang (rakyatnya) duduk di pintu, menunggu keluarnya (Sulthon
Mahmud) untuk menyelesaikan hajatnya setelah keadaan ini berlangsung lama, maka
beliau melihat Nabi Muhammad saw di dalam tidurnya Nabi mengatakan kepadanya,
“Apa ini penjagaan waktu sehingga rakyatmu telah menunggu keluarnya kamu”. Maka
Sulthon menjawab duduk menghabiskan waktu lama karena saya bersholawat kepadamu
dalam jumlah tertentu (300.000 kali) dan saya tidak berdiri sebelum selesai.
Maka Nabi Muhammad saw mengatakan kepadanya, “Ini menyusahkan orang lemah
(rakyatmu) dan yang punya hajat, akan tetapi saya (Nabi) akan mengajarkan
kepadamu sholawat yang ringkas, yang mana apabila kamu membacanya satu kali
sebanding dengan 100.000 kali, jadi kamu tinggal membaca 3 kali saja sudah
sebanding dengan 300.000 kali. Setelah itu kamu keluar menemui rakyatmu untuk
menyelesaikan urusan-urusan mereka sehingga kamu mendapat pahala sholawat
300.000 kali dan mendapat pahala memberi manfaat kepada orang muslimin. Maka
dia pun (Sulthon Mahmud) mempelajari sholawat itu dari Nabi Muhammad saw lalu
ia mengamalkannya secara rutin. Setelah itu ia melihat Nabi Muhammad saw lagi
yang kedua kalinya dan Nabi Muhammad saw mengatakan kepadanya, “Amalan apa yang
kamu amalkan sehingga kamu melelahkan malaikat di dalam mencatat pahala
amalanmu”. Maka beliau menjawab, saya tidak mengamalkan sesuatu kecuali
sholawat yang engkau ajarkan kepadaku.
بسم الله الرحمن الرحيم
وروى أن السلطان محمود الغرنوى كان فى أول عمره وأمره يقعدبعد
صلاة الفجر يشتغل بالصلاة على النبى صلى الله عليه و سلم ويصلى ثلاثمائة الف صلاة
حتى يرتفع النهار ويقعد الناس على بابه ينتظرون خروجه ويشق عليهم الإنتظار القضاء الحاجات
وفصل الخصومات ونظام مصالح العباد فلمّا كثر ذلك منه رأى النبى صلى الله
عليه وسلم فى المنام يقول له ما هذا التطويل الذى تطوله على الناس يضجر
الضعفاء وذووالحاجات من القعود على بابك الإتظار فقال إنما أقعدلأنى أصلى عليك
صلاة معاومة ولا أقوم حتى أفرغ منها فقال إن هذا يشقّ على الضعفاء وأول
الحاجات ولكن أعلمك صلاة مختصرة كلّ واحدة منها بمائة ألف تقرؤها ثلاث مرات فتلك
ثلاثمائة ألف ثم تخرج لمصالح المسلمين فيحصل أجر تلك الصلوات وأجر نفع المسلمين
والمساعدة فى قضاء حوابُحهم فتعلمها وواظب عليها مدّة ثم رأى النبى
صلى الله عليه وسلم فى المنام وهو يقول له ماذا فعلت حتى أتعبت الملائكة فى كتابة
ثوابك قال ما عملت شيئا إلا صلاة التى علمتنا إياها وهى هذا:
Berikut sholawat nya :
بسم الله الرحمن الرحيم
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ بِعدَدِ رَحْمَةِ اللهِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ بِعدَدِ فَضْلِ اللهِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ بِعدَدِ خَلْقِ اللهِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ بِعدَدِ مَا فِي عِلْمِ اللهِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ بِعدَدِ كَلِمَاتِ اللهِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ بِعدَدِ كَرَمِ اللهِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ بِعدَدِ حُرُوفِ كَلَامِ اللهِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ بِعدَدِ قِطْرِ الْأَمْطَارِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ بِعدَدِ وَرَقِ الْأَشْجَارِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ بِعدَدِ رَمْلِ الْقِفَارِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ بِعدَدِ الحُبُوْبِ وَ الثِّمَارِ
اللهمّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ بِعدَدِ مَا أَظْلَمَ عَلَيْهِ
اللَّيْلُ وَ أَشْرَقَ عَلَيْهِ النَّهَارُ
اللهمّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ بِعدَدِ مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ
اللهمّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ بِعدَدِ مَنْ لَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِ
اللهمّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ بِعدَدِ أَنْفَاسِ الْخَلَائِقِ
اللهمّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ بِعدَدِ نُجُوْمِ السَّمَاوَاتِ
اللهمّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ بِعدَدِ كُلِّ شَيْئٍ فِى الدُّنْيَا
وَالْآخِرَةِ وَصَلَوَاتُ اللهِ تَعَالَى وَ مَلَائِكَتِهِ وَ أَنْبِيَائِهِ وَ
رَسُلِهِ وَ جَمِيْعِ خَلْقِهِ عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَ اِمَامِ
الْمُتَّقِيْنَ وَ قَائِدِ الْغُرِّ الْمُحَجَّلِيْنَ وَ شَفِيْعِ
الْمُذْنِبِيْنَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ
وَ أَزْوَاجِهِ وَ ذُرِّيَّتِهِ وَ اَهْلِ بَيْتِهِ وَ الْأَئِمَّةِ الْمَاضِيْنَ
وَ الْمَشَا يِخِ الْمُتَقَدِّمِيْنَ وَ الشُّهَدَاءِ وَ الصَّلِحِيْنَ وَ اَهْلِ
طَاعَتِكَ أَجْمَعِيْنَ مِنْ اَهْلِ السَّمَاوَاتِ وَ اَهْلِ الْأَرْضِ
بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ يَا اَكْرَمَ الْأَكْرَمِيْنَ
وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ
Sumber: Kitab Al-Qirtos fi Manaqib
Al-Attas
Sabtu, 07 November 2015
MENGAPA SAYYIDINA UMAR BERTAWASSUL PADA SAYYIDINA ABBAS? M.A.V~313
MENGAPA SAYYIDINA UMAR BERTAWASSUL PADA SAYYIDINA ABBAS?
Oleh Al-‘Alim Al-Faqih Al-Muhaddits, Syaikh Muhammad Zahid Al-Kautsari
M.A.V~313
Al-Bukhari dalam kitab istisqa`. Ia menyatakan dalam kitab
shahihnya; Dari Anas, bahwa ketika orang-orang tertimpa kemarau, Umar
bin Khaththab meminta hujan dengan perantara Abbas bin Abdul
Muththallib, lalu berkata, “Ya Allah! Dulu kami bertawasul kepada-Mu
dengan perantara nabi kami, lalu Engkau memberi kami hujan, dan (saat
ini) kami bertawasul kepada-Mu dengan paman nabi kami, maka berilah kami
hujan.’ Anas berkata, ‘Mereka diberi hujan’.”
Klaim
adanya mudhaf yang dibuang (yaitu dengan doa paman nabi kami) adalah
klaim semata tanpa hujah, seperti halnya anggapan beralihnya Umar kepada
Abbas –karena Nabi saw sudah meninggal dunia- merupakan kebohongan
terhadap Umar yang sama sekali tidak pernah terlintas di benak.
Bahkan,
hadits ini membolehkan bertawasul kepada orang yang derajatnya lebih
rendah meski adanya orang yang derajatnya lebih tinggi. Bahkan
bertawasul dengan kata-kata, “Dengan paman nabi kami,” adalah tawasul
dengan kekerabatan Abbas dengan Nabi SAW dan dengan kedudukan Abbas di
mata beliau. Dengan demikian, bertawasul dengan Abbas sama seperti
bertawasul dengan Nabi SAW juga.
Kata, “Dulu,
kami,” tidak khusus untuk masa hidup Nabi saw saja, tapi mencakup juga
masa sepeninggal beliau hingga tahun terjadinya paceklik. Pembatasan
dalam hal ini pembatasan tanpa pembatas.
Ibnu
Umar menirukan bait-bait syair milik Abu Thalib, “Si putih, awan
dimintai hujan dengan wasilah wajahnya,” seperti disebutkan dalam Shahih
Al-Bukhari. Bahkan diriwayatkan, Rasulullah saw meminta bait syair ini
disenandungkan, seperti disebutkan dalam Fathul Bâry.
Disebutkan dalam bait syair Hassan;
lalu awan menurunkan hujan dengan perantara wajah Abbas, seperti di sebutkan dalam Al-Isti'ab.
Catatan:
Tawasul
adalah masyru' (dianjurkan) menurut keyakinan Ahlusunnah, mengingat
banyaknya dalil maka tidak lah pantas seorang menyamakan tawasul dengan
syirik.
Metode wahabi salafi dalam berdiskusi bukan lah
metode yg populer dikalangan para ulama. Menghakimi men-vonis lalu
dicarikan dalil utk melegalkan fatwa mereka dan tidak mau menerima
pendapat orang lain.
Berbeda dengan metode
para ulama Ahlusunnah yaitu membawakan dalil, menyertakan pendapat
para pakar dibidangnya, dari ilmu tafsir dan hadis lalu pendapat fuqaha
baru lah mengambil kesimpulan. Itu pun mereka selalu mau menerima
perbedaan orang lain.
OPTIMIS MEMBELA AQIDAH TANPA DANA (M.A.V~313)
Mayoritas ulama Aswaja sepakat tentang kesesatan syi'ah, mengingat
sekte ini sudah lama menyebarkan pahamnya, sehingga kita dapat
mengetahui dari buku rujukan mereka seperti al-Kafi dll, betapa mereka
mengkafirkan dan membenci para sahabat yang sangat dimuliakan oleh
mayoritas muslimin.
Meragukan keontetikan
alquran, menuduh istri-istri nabi dengan keji, bahkan mengkafirkan
seluruh Ahlusunnah. Begitu aqidah mereka dapat kita baca dari kitab2
referensi syi'ah juga diperkuat oleh ceramah imam-imam mereka yang
memenuhi sosmed.
Beberapa tahun yang lalu
aswaja masih berdebat tentang kesesatan syi'ah, karena para ulama ada
yang tegas dan lunak mengambil kesimpulan tentang syi'ah, tergantung
banyaknya informasi yg didapat tentang aqidah syi'ah.
Nah
seperti itu pula aswaja akan memberi kesimpulan pada wahabi salafi,
yang mana usia mereka lebih belia dibanding syi'ah. Simpang siur yang
ada insya-Allah tidak akan berlangsung lama, mengingat wahabi salafi
lebih vulgar menerangkan aqidahnya, ditambah banyaknya da'i-da'i muda
yang sangat bersemangat mengkafirkan aswaja, bisa kita saksikan di media
masa milik neo khawarij, seperti TV/RADIO RODJA, YUFID, FAJRI dll.
Terkadang
kita merasa heran betapa kelompok minoritas ini bebas mencaci,
mensyirikkan dan bahkan mengkafirkan para ulama aswaja secara
terang-terangan. Dan kita masih saja memperdebatkan kesesatan kelompok
ini, masih menggolongkan mereka dalam aswaja.
Dengan
berjalannya waktu, semakin banyak kita membaca dan mendapat informasi
tentang wahabi salafi, betapa mereka memposisikan aswaja asy'ari shufi
sebagai aliran sesat yang harus ditumpas sampai keakar2nya, maka kita
akan cepat memahami bahwa dimata wahabi salafi tidak ada beda antara
syi'ah dan aswaja.
Begitu pun dimata syiah aswaja dan wahabi salafi adalah sesat karena sama-sama menjadikan sahabat sebagai panutannya.
Berkoalisi
dengan syiah untuk membendung wahabi atau berkoalisi dengan wahabi
salafi untuk membendung syiah adalah kerugian yang nyata untuk aswaja.
Aswaja
harus selalu optimis bahwa perjuangan ini tidak semata2 akan
dimenangkan oleh banyaknya dukungan dana. Buang jauh cara berpikir
materialis yang selalu mengaitkan kesuksesan perjuangan hanya tergantung
kekuatan fulus.
Walau pun wahabi punya Saudi
dan syi'ah punya Iran serta JiL dan JiN punya donatur barat, besarkan
hati kita bahwa apa yang kita perjuangkan ini adalah hak.
Allah, Rasulullah, Ahlulbait, sahabat dan salaf akan meridhoi perjuangan tanpa pamrih materi ini insya-Allah.
PESAN NABI SAW UNTUK PENGANTIN BARU DAN LAMA (M.A.V~313)
Rasulullah SAW menyampaikan wasiat terkait wanita hingga
berulang-ulang dan menganjurkan agar kekeliruan-kekeliruan wanita
dimaafkan, karena kelemahan adalah hal yang fundamental pada dirinya.
Siapa yang menghendaki kesempurnaan dari wanita, maka sesungguhnya dia
menuntut hal yang mustahil, mengarungi alam khayalan, dan menyia-nyiakan
tenaga dan pikirannya, dan mengarahkan kehidupannya dalam kesulitan.
Hendaknya
berlaku bijak, elegan, dan pengertian terhadap berbagai kekeliruan
selama tidak melanggar ketentuannya. Hendaknya penyimpangannya diabaikan
dan kekhilafannya ditolerir, lantas sikapilah dengan bijak serta
nasihat yang baik.
Hendaknya dia dibimbing
sesuai dengan tuntutan keadilan dan kebajikan tanpa melanggar suatu
ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah. Suami juga harus membentengi
diri dalam menyertainya di setiap keadaan dengan benteng kesabaran dan
kelapangan dada.
Rasulullah SAW bersabda,
"Ketahuilah, tunaikan wasiat kebaikan kepada kaum wanita. Sesungguhnya
mereka adalah tawanan pada kalian. Kalian tidak berwenang terhadap
mereka sedikit pun selain itu kecuali bila mereka melakukan perbuatan
yang keji dengan nyata. Jika mereka melakukan, maka lakukanlah pisah
ranjang dengan mereka, dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak
mencederai.
Jika mereka patuh kepada kalian,
maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka.
Ketahuilah, sesungguhnya kalian memiliki hak yang harus mereka tunaikan,
dan istri-istri kalian pun memiliki hak yang harus kalian tunaikan.
Adapun hak kalian yang harus ditunaikan oleh istri-istri kalian adalah;
mereka tidak boleh memasukkan ke dalam ruang tidur kalian orang yang
tidak kalian sukai, dan mereka tidak boleh mengizinkan orang yang tidak
kalian sukai berada di dalam rumah kalian.
Ketahuilah,
hak mereka yang harus kalian tunaikan adalah kalian harus memperlakukan
mereka dengan sebaik-baiknya terkait pakaian dan makanan mereka."
HR Tirmidzi.
BETAPA BESAR KASIH SAYANG ALLAH DAN RASULULLAH? (M.A.V~313)
Dari Amir ar-Rami RA berkata,"
Ketika kami berada di sisi
beliau, tiba-tiba datang kepada beliau seorang laki-laki dengan membawa
pakaian dan di tangannya terdapat sesuatu yang dia balut. Dia berkata;
wahai Rasulullah, ketika aku melihatmu maka aku segera menemuimu.
Aku
melewati pohon yang rimbun, lalu aku mendengar ada suara anak-anak
burung di dalamnya. Aku pun mengambil anak-anak burung itu dan
meletakkannya di pakaianku. Lantas datang induknya dan berputar-putar di
atas kepalaku. Aku segera membuka anak-anak burung itu baginya. Induk
itu pun hingga dan bersama mereka. Lalu aku membungkus semuanya dengan
pakaianku. Sekarang burung-burung itu bersamaku. Beliau bersabda,
"Letakkan mereka hingga terbebas darimu." Aku pun meletakkan mereka,
namun induk mereka tidak mau pergi dan hanya menyertai anak-anaknya.
Rasulullah
SAW bersabda kepada sahabat-sahabat beliau, "Apakah kalian kagum
terhadap kasih sayang induk burung itu kepada anak-anaknya?" Mereka
menjawab; ya, wahai Rasulullah SAW! Beliau bersabda, "Demi yang
mengutusku dengan kebenaran, Allah benar-benar lebih menyayangi
hamba-hamba-Nya dari pada induk burung terhadap anak-anaknya.
Bawa
kembali mereka hingga kamu meletakkan lagi ke tempat semula saat kamu
mengambil mereka dengan induk mereka bersama mereka." Orang itu pun
mengembalikan mereka ke tempat semula.
Catatan:
Segala
perintah dan larangan dalam agama adalah bentuk kasih sayang Allah dan
Rasulullah pada kita semua, memilah-milah hukum Allah adalah kebodohon
seorang karena minimnya iman terhadap perintah agama, apa pun alasannya.
PESAN NABI SAW UNTUK PENGANTIN BARU DAN LAMA
KLASIFIKASI TAUHID CIKAL BAKAL TAKFIRI !! YUK PERIKSA BUKU AQIDAH ANAK-ANAK KITA. (M.A.V ~313)
Pembagian tauhid menjadi tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah dan
asma` wa shifat tidak dikenal oleh siapapun sebelum Ibnu Taimiyah,
Rasulullah SAW tidak pernah menyampaikan orang yang masuk islam, “Ada
dua tauhid, kau tidak sah sebagai muslim hingga mengakui tauhid
uluhiyah.” Rasulullah SAW juga tidak mengisyaratkan hal seperti ini
meski dengan satu kata pun. Tidak juga dinukil dari seorang salaf pun,
tidak juga diisyaratkan oleh seorang imam pun yang menjadi panutan
hingga Ibnu Taimiyah muncul di abad VII Hijriyah yang menegaskan
klasifikasi tauhid tersebut.
Ibnu
Taimiyah menjelaskan dalam Minhaj As-Sunnah seraya membahas mayoritas
kaum muslimin dan ulama ilmu kalam seperti kalangan pengikut Asy’ari dan
lainnya;
Mereka
menyimpangkan tauhid dari posisi semestinya seperti tauhid uluhiyah dan
hakikat nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT. Mereka hanya mengenal
tauhid rububiyah saja yang merupakan pengakuan akan Allah SWT sebagai
Pencipta dan Rabb segala sesuatu.
Muhammad bin
Abdul Wahhab menjelaskan dalam Kasyf Asy-Syubuhat, Muhammad SAW rasul
terakhir, ia menghancurkan patung-patung orang shalih, diutus Allah SWT
untuk kaum agar beribadah, menunaikan haji, bersedekah dan banyak
mengingat Allah SWT, namun mereka menjadikan sebagian makhluk sebagai
perantara antara mereka dengan Allah SWT dengan menyatakan, “Kami ingin
dekat dengan Allah SWT melalui perantara-perantara itu, kami
menginginkan syafaat mereka di sisi-Nya,” seperti malaikat, Isa, Maryam
dan orang-orang shalih lainnya.
Tanggapan kami;
Mungkinkah
Rasulullah SAW diam terhadap masalah besar seperti ini? Seperti itu
juga para imam hingga abad VII Hijriyah? Ataukah mereka yang berada di
abad tersebut bukan termasuk golongan ahlussunnah wal jamaah?
Ahlussunnah adalah mereka yang mengikuti klasifikasi tauhid di atas?!
Klasifikasi tersebut adalah cara golongan wahabi salafi untuk melegalkan pengkafirkan terhadap semua muslimin.
Cobalah
periksa buku pelajaran aqidah anak-anak kita, jika mereka belajar
tauhid bid'ah-nya Ibnu Taimiyah dan Muh bin AbdudulWahhab dgn membagi
tauhid menjadi rububiyah dan uluhiyah maka bersiaplah mempunyai anak
yang ekstrim tidak toleransi, dan mudah menyalahkan serta mengkafirkan
muslimin.
Senin, 02 November 2015
PECI HITAM SERBAN DAN IMAMAH DAN ANEKA PERNIK SERBA HITAM ORANG NERAKA MENURUT AJARAN DAN KITAB PARA IMAM SYI'AH PENCIPTA HADIST..!!!!
ADA SEBUAH PRTANYAAAN MENGGELITIK DI
BENAK KITA BILA DIKATAKAN PECI HITAM, SERBAN & IMAMAH DAN ANEKA PERNIK PAKAIAN
SERBA HITAM ITU PAKAIAN ORANG NERAKA
MENURUT AJARAN DAN KITAB PARA IMAM SYI'AH
PENCIPTA HADIST..!!!!
LALU MEREKA YANG SAAT INI MENGGANDRUNGI
PAKAIAN SERBA HITAM ITU IKUT SIAPA ?!!!!
( M.A.V-313 )
Dalam Al-Kâfi, Al-Kulaini meriwayatkan dari Ahmad bin Muhammad secara marfu’ dari Abu Abdullah, ia berkata, “Warna hitam terlarang digunakan kecuali untuk tiga benda; sepatu, surban dan pakaian.”
Juga diriwayatkan dari Abu Abdullah secara marfu’ dalam kitab berjudul Az-Ziyy dari Rasulullah shallahu alaihi wa sallam, beliau melarang warna hitam kecuali untuk tiga benda; sepatu, pakaian, dan surban.
Al-Hurr Al-‘Amiliki dalam Al-Wasâ`il meriwayatkan dari Ash-Shadduq dari Muhammad bin Sulaiman secara mursal, dari Abu Abdullah, ia berkata, “Aku bertanya padanya, ‘Bolehkah saya shalat mengenakan peci hitam?’ ia menjawab, ‘Jangan shalat mengenakan peci hitam, karena itu pakaian penghuni neraka’.”
Disebutkan dalam ‘Uyun Al-Akhbâr berdasarkan penjelasan dalam Al-Hadâ`iq An-Nadhirah, setelah menukil riwayat dengan sanad lain dari Ali bin Abi Thalib ra. dari Rasulullah shallahu alaihi wa sallam, dinukil dari Mushannaf, bahwa pakaian musuh-musuh Allah SWT adalah pakaian hitam, makanan musuh-musuh Allah SWT adalah anggur kering, minuman yang memabukkan, buah Tin, ikan yang berenang di air dan ikan yang muncul di permukaan air, juga ikan dan hewan lain yang tidak diperjualbelikan, Demikian dinukil secara ringkas.
Setelah disebutkan banyak sekali riwayat yang menyebut para imam mereka mencela pakaian hitam karena itu adalah pakaian musuh-musuh Syi’ah, lantas kenapa Syi’ah sendiri mengenakan dan mengagungkan pakaian hitam, bahkan mereka anggap sebagai baju kebesaran?!
Langganan:
Postingan (Atom)