Sabtu, 07 November 2015

MENGAPA SAYYIDINA UMAR BERTAWASSUL PADA SAYYIDINA ABBAS? M.A.V~313

MENGAPA SAYYIDINA UMAR BERTAWASSUL PADA SAYYIDINA ABBAS?
Oleh Al-‘Alim Al-Faqih Al-Muhaddits, Syaikh Muhammad Zahid Al-Kautsari
M.A.V~313
 
 
Al-Bukhari dalam kitab istisqa`. Ia menyatakan dalam kitab shahihnya; Dari Anas, bahwa ketika orang-orang tertimpa kemarau, Umar bin Khaththab meminta hujan dengan perantara Abbas bin Abdul Muththallib, lalu berkata, “Ya Allah! Dulu kami bertawasul kepada-Mu dengan perantara nabi kami, lalu Engkau memberi kami hujan, dan (saat ini) kami bertawasul kepada-Mu dengan paman nabi kami, maka berilah kami hujan.’ Anas berkata, ‘Mereka diberi hujan’.”

Klaim adanya mudhaf yang dibuang (yaitu dengan doa paman nabi kami)  adalah klaim semata tanpa hujah, seperti halnya anggapan beralihnya Umar kepada Abbas –karena Nabi saw sudah meninggal dunia- merupakan kebohongan terhadap Umar yang sama sekali tidak pernah terlintas di benak.

 Bahkan, hadits ini membolehkan bertawasul kepada orang yang derajatnya lebih rendah meski adanya orang yang derajatnya lebih tinggi. Bahkan bertawasul dengan kata-kata, “Dengan paman nabi kami,” adalah tawasul dengan kekerabatan Abbas dengan Nabi SAW dan dengan kedudukan Abbas di mata beliau. Dengan demikian, bertawasul dengan Abbas sama seperti bertawasul dengan Nabi SAW juga.

Kata, “Dulu, kami,” tidak khusus untuk masa hidup Nabi saw saja, tapi mencakup juga masa sepeninggal beliau hingga tahun terjadinya paceklik. Pembatasan dalam hal ini pembatasan tanpa pembatas.

Ibnu Umar menirukan bait-bait syair milik Abu Thalib, “Si putih, awan dimintai hujan dengan wasilah wajahnya,” seperti disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari. Bahkan diriwayatkan, Rasulullah saw meminta bait syair ini disenandungkan, seperti disebutkan dalam Fathul Bâry.

Disebutkan dalam bait syair Hassan;
 lalu awan menurunkan hujan dengan perantara wajah Abbas, seperti di sebutkan dalam Al-Isti'ab.

Catatan:
Tawasul adalah masyru' (dianjurkan) menurut keyakinan Ahlusunnah, mengingat banyaknya dalil maka tidak lah pantas seorang menyamakan tawasul dengan syirik. 
Metode wahabi salafi dalam berdiskusi bukan lah metode yg populer dikalangan para ulama. Menghakimi men-vonis lalu dicarikan dalil utk melegalkan fatwa mereka dan tidak mau menerima pendapat orang lain. 

Berbeda dengan metode  para ulama Ahlusunnah yaitu membawakan dalil,  menyertakan pendapat para pakar dibidangnya, dari ilmu tafsir dan hadis lalu pendapat fuqaha baru lah mengambil kesimpulan. Itu pun mereka selalu mau menerima perbedaan orang lain.‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar