Kalangan awam
di masa sahabat dan tabi’in ketika mengalami suatu peristiwa, mereka merujuk
kepada para sahabat dan tabi’in untuk menanyakan hukum Allah terkait kejadian
tersebut. Para sahabat dan tabi’in menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka tanpa
mengingkari sikap tersebut.
Tidak ada
riwayat yang menyebut mereka memerintahkan orang-orang yang bertanya agar
berijtihad sendiri agar mereka mengetahui hukum sendiri.
Dengan demikian,
sudah menjadi ijma’ dari kalangan sahabat dan tabi’in bahwa siapa yang tidak
mampu berijtihad, maka cara untuk mengetahui hukum bagi mereka adalah bertanya
kepada yang mampu mengetahui hukum tersebut. Memerintahkan kalangan awam untuk
berijtihad tentu melanggar ijma’ sukuti ini.
Banyak orang
awam tertipu dengan gaya bicara salafi wahabi yang mengatakan harus kembali
pada alquran dan hadits secara langsung dan jangan hiraukan pendapat siapa pun
termasuk para imam, lalu mereka lah yang menjelaskan pada orang awam, bahwa
maksud ayat dan hadits tsb adalah begini dan begitu, itu lah ajakan taqlid pada
salafi dan tidak boleh taqlid pada siapa pun. LUCU KAN?
Taqlid pada
para imam di larang dan di bid'ahkan namun taqlid pada salafi mereka klaim
kembali pada alquran dan hadist.
Ampuuun dech !
Demikian halnya
pernyataan melarang taqlid menyelipkan perintah bagi orang yang tidak memiliki
kemampuan berijtihad untuk mengetahui hukum dari dalilnya.
Ini
namanya memerintahkan sesuatu kepadanya yang tidak ia mampu, dengan demikian
perintah seperti ini dilarang berdasarkan firman Allah, “Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)
Yuk kembali
pada alquran dan hadits dengan bershalawat sebanyak mungkin di hari jumat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar